Harga Minyak Jatuh, Akibat Pasar Ambil Untung Usai Laporan Perlambatan Aktivitas Ekonomi di China

Ilustrasi: perkembangan industri minyak dan energi di pasar dunia
Ilustrasi: perkembangan industri minyak dan energi di pasar dunia

Gemapos.ID (Jakarta) - Pada Senin sore (10/10) harga minyak turun di sesi Asia, menghentikan kenaikan lima hari, hal itu karena investor mengambil untung setelah laporan tentang perlambatan aktivitas ekonomi di China. Importir minyak mentah terbesar dunia, memicu kembali kekhawatiran tentang penurunan permintaan bahan bakar global.

Diketahui, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember merosot 39 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 97,53 dolar AS per barel pada pukul 06.45 GMT.

Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November turun 37 sen atau 0,4 persen, menjadi diperdagangkan di 92,27 dolar AS per barel.

Selain itu, aktivitas sektor jasa-kasa di China selama September mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam empat bulan karena pembatasan COVID-19 menekan permintaan dan kepercayaan bisnis, data menunjukkan pada Sabtu (8/10).

Adanya perlambatan ekonomi China, yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS ini menambah kekhawatiran tentang kemungkinan resesi global yang dipicu oleh banyak bank sentral menaikkan suku bunga untuk memerangi tingkat inflasi yang tinggi.

"Minyak ... terkena pukulan tiga kali lipat dari kelemahan ekonomi China, pengetatan kebijakan moneter AS dan intervensi SPR (Cadangan Minyak Strategis) pemerintah Biden," kata Direktur Pelaksana SPI Asset Management, Stephen Innes, dikutip dari Antara, Senin (10/10).

Sementara itu, Innes mengacu pada kemungkinan rilis tambahan dari Cadangan Minyak Strategis AS bulan depan sebagai tanggapan atas keputusan minggu lalu oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu termasuk Rusia atau OPEC+, untuk menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari.

Selain itu, harga minyak Brent dan WTI membukukan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret setelah pengurangan diumumkan.

Pemotongan OPEC+, yang datang menjelang embargo Uni Eropa terhadap minyak Rusia, akan menekan pasokan di pasar yang sudah ketat. Sanksi Uni Eropa terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia akan berlaku masing-masing pada Desember dan Februari.

"Pemotongan jelas bullish," kata analis ING dalam sebuah catatan.

"Namun, jelas masih ada banyak ketidakpastian lain di pasar, termasuk bagaimana pasokan minyak Rusia berkembang karena larangan minyak Uni Eropa dan batas harga G7, serta prospek permintaan mengingat gambaran makro yang memburuk." katanya.

Kemudian para analis di bank dan pialang telah menaikkan perkiraan harga minyak mentah mereka dan memproyeksikan Brent naik di atas 100 dolar AS per barel dalam beberapa bulan mendatang.

Terlepas dari pengurangan produksi yang dijanjikan, perusahaan minyak negara Arab Saudi Saudi Aramco telah memberi tahu setidaknya lima pelanggan Asia Utara bahwa mereka akan menerima volume kontrak penuh minyak mentah pada November, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Meski demikian, itu akan menunjukkan sedikit perubahan dalam pasokan fisik minyak setidaknya untuk pembeli minyak mentah Asia dari Arab Saudi, yang sebagai produsen terbesar OPEC akan menanggung sebagian besar dari pengurangan yang diumumkan.

Sementara itu, tanda-tanda lain dari permintaan yang melambat muncul dari India, pengguna minyak terbesar ketiga di dunia. Data pemerintah pada Jumat (7/10) menunjukkan bahwa permintaan bahan bakar pada September turun ke level terendah sejak November dan turun 3,6 persen dari Agustus.(ant/ra)