Mengembangkan Perkeretaapian Masa Depan
Membangun Kereta Api Perkotaan harus cermat dan ada kejelasan dari Pemerintah Daerah dalam bentuk keikutsertaannya (tidak terulang kasus LRT Sumatera Selatan). Sebaiknya, angkutan umum berbasis jalannya dibenahi dahulu, setelah masyarakatnya menjadi terbiasa menggunakan transportasi umum, barulah kemudian dibangun angkutan umum berbasis jalan rel. Penambahan lintas reaktivasi untuk penumpang dan barang, seperti Semarang-Rembang 99 km, Purwokerto-Wonosobo 98 km, Garut - Cikajang 27,7 km, Banjar – Padalarang – Cijulang 83 km, Rancaekek – Tanjungsari (bagian KA Perkotaan Bandung Raya) sepanjang 11 km, Padalarang-Cianjur 22 km. Di Papua sudah ada jaringan jalan rel untuk operasi tambang tembaga oleh PT Freeport Indonesia. Perlu dirintis jalan rel di daerah lainnya, misalnya Aimas – Sorong (Papua Barat) yang ada KEK Sorong. Dua kota ini sekarang semakin tinggi mobilitas warganya. Penambahan jaringan listrik KA Perkotaan, sudah dibangun pada lintas Yogyakarta – Solo (60 km) dengan beroperasinya KRL YOgya-Solo, biaya sekitar Rp 20 miliar per km. Dapat pula dikembangkan di beberapa jaringan KA Perkotaan, seperti di Surabaya, Semarang, Medan dan Bandung. Demikian pula perkeretaapian di Ibu Kota Negara (IKN) merupakan bagian dari pengembangan moda KA di Pulau Kalimantan. Dibangun dalam wilayah IKN dan penghubung antara IKN dengan Balikpapan dan Samarinda. Pembangunan jalur rel baru untuk wisata, seperti Pematangsiantar – Prapat (KSPN Toba) sudah direncanakan. Akses jaringan rel ke pelabuhan untuk logistik, menyelesaikan akses ke Pelabuhan Tanjung Emas yang butuh dukungan Pemkot. Semarang. Sudah terbangun jaringan KA lintas Rantau Prapat – Pondok S5 (33 km) dilanjut hingga Kota Pinang dan Bandar Tinggi - Kuala Tanjung sepanjang 21 km Pemanfaatan aset Sudah terbukti PT KAI dapat merevitalisasi Gedung Lawang Sewu, Museum Stasiun Ambarawa, Stasiun Museum Sawahlunto yang sekarang menjadi destinasi wisata dan mendapatkan pemasukan cukup berarti dibanding sebelumnya. Kawasan bangunan stasiun yang berada di tengah kota untuk jalur non aktif dapat dimanfaatkan untuk museum kota, hotel dan pusat pengembangan UMKM. Sejumlah stasiun itu, seperti Stasiun Demak, Stasiun Kudus, Stasiun Wonosobo, Stasiun Temangung, Stasiun Pati, Stasiun Lasem, Stasiun Blora, Stasiun Rembang, Stasiun Banjarnegara, Stasiun Purworejo. Pengaktifan jalur KA Cibatu – Garut dan keberadaan stasiun di pusat kota akan memberi nilai lebih bagi Pemkab. Garut. Misalnya, sbagian lahan dapat dimanfaatkan untuk hotel dan gedung pertemuan. Penginapan di pusat Kota Garut dapat dikatakan tidak ada yang representatif berada di pusat kota. Revitalisasi Kawasan Stasiun Pertama di Indonesia Stasiun Samarang, stasiun pertama yang dibangun pada 1864. Terletak di Gang Spoorland, Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Kemijen, Semarang Timur. Kompleks Stasiun Samarang awalnya punya lima bangunan penting, meliputi personenstation (stasiun penumpang), goederenstation (stasiun barang), vaart van het station (stasiun kanal), werkplaatsen (bengkel atau balai yasa), dan station chef (rumah dinas kepala stasiun). Sekarang, kelima bangunan penting itu sudah tidak utuh lagi, ada yang rusak dan terendam air rob. PT KAI dapat mengajak Kementerian Perhubungan, Kementerian PUPR, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek dan Pemerintah Daerah (Pemkot. Kota Semarang dan Pemprov. Jateng) untuk mewujudkan Revitalisasi Kawasan Stasiun Pertama di Indonesia. Warga yang menempati kawasan ini dapat diberdayakan dan tidak harus dipindahkan. Penataan kawasan ini dapat menjadi bagian dari Kawasan Kota Lama. Kawasan ini jika terwujud dapat menjadi destinasi wisata dan edukasi peradaban transportasi modern. Kawasan Stasiun Tawang yang sudah tertata apik dan bagian dari Kawasan Kota Lama, bisa ditiru kota-kota lain yang masih memiliki kawasan seperti Kota Lama di Semarang. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat