Akidi Tio, Ai Lap Yu Pul
Sekejap saja cerita sumbangan 2 T itu viral, membuat nama keluarga Akidi Tio terkenal. Jadi bahan pembicaraan luas masyarakat. Seperti biasa, di negeri + 62, masyarakat pun kembali terbelah. Ada yang percaya versus kelompok yang sebaliknya. Yang memicu pertama tentu karena nominal sumbangan. Siapa Akidi Tio, memang setengah mati melacaknya di Google atau Wikipedia. Nama-nama anaknya pun yang disebutkan semua sukses sebagai pengusaha, tidak tercantum dalam berita. Andai dapat satu nama saja, mungkin bisa dilacak. Inilah kelemahan wartawan di lapangan, tidak sampai detil menggali bahan. Itu yang menjadi argumen pihak yang tidak percaya. Mereka sampai mengulas kesulitan tehnis pencairan dana sebesar itu di bank. Mustahil bisa dicairkan di masa sekarang. Yang percaya, menjadikan berita itu " mesiu" baru untuk "menggugat " para pengusaha tajir kita yang tidak pernah kedengangan melakukan hal sama terutama pengusaha Kadin, yang amat dekat dengan Istana. Yang selama ini mengerjakan proyek raksasa pemerintah yang sumber dananya dari APBN. Menurut pandangan yang percaya, mestinya pengusaha-pengusaha dekat istana itu lebih peduli kepada rakyat yang sedang kesusahan. Saatnya sekarang mereka membantu Presiden Jokowi. Saya sendiri terpengaruh pihak yang tidak percaya. Sekurangnya, ragu. Saya malah merasa bersalah, tanpa memeriksa siaran pers lebih dulu,langsung meminta wartawan media saya menyiarkan berita Akidi Tio. Maksudnya, supaya berita berisi kebaikan itu menggugah para dermawan lainnya. Muhammad Nuh Sampai tengah malam saya gagal mencari tahu siapa mendiang Akidi Tio. Sudah menghubungi ke pelbagai sumber tapi tak berhasil . Saya memang sudah putus asa ketika Anwar Fuady yang paling saya andalkan, tidak mengenal Akidi Tio. Menjelang tidur ingatan malah melayang ke sosok Muhammad Nuh. Warga Jambi itu pernah bikin geger tahun lalu dalam urusan sumbangan untuk atasi pandemi Covid-19 Masih ingat kisah Muhammad Nuh yang ikut lelang motor listrik Gesits milik Presiden Jokowi? Yup. Yang memenangkan lelang dI "Konser Virtual Berbagi Kasih Bersama Bimbo” 17 Mei 2020. Acara itu untuk menggalang dana penanggulangan Covid-19. Muhammad Nuh yang tinggal di kampung Manggis, Jambi, diumumkan oleh host konser sebagai penawar lelang tertinggi, yaitu Rp. 2.550 juta untuk sepeda motor Gezit, sumbangan Presiden. Ternyata panitia konser salah “ loket”. Muhammad Nuh bukanlah pengusaha tambang seperti yang diidentifikasi oleh host acara. Pekerjaan Nuh hanya buruh lepas harian yang justru bagian yang terkena imbas pandemi. Dia malah tidak bisa bekerja lagi, dan mengingat status pekerjaannya, Nuh termasuk rakyat yang layak menerima bansos. Dari ceritanya, Nuh mengaku seperti itu. Justru merasa menang kuis dan berhak atas uang senilai ,juta. Dia mengira acara lelang itu kuis Jokowi. Pasti acara bagi-bagi hadiah buat rakyat. Seperti lazimnya kalau Presiden RI bagi-bagi sepeda atau traktor. Dia pun langsung menelpon host lelang. Di sini terjadinya kesalahpahaman. Begitu sadar keliru, Muhammad Nuh langsung mematikan telpon. Semalaman dia bersembunyi karena takut dicari polisi. (Baca artikel "Hidup Muhammad Nuh" oleh Ilham Bintang, 17 Mei 2020). Akidi Tio jelas bukan Muhammad Nuh. Keluarga almarhum Akidi Tio menyampaikan sumbangannya dalam acara resmi. Sumbangannya secara simbolik diterima Kapolda Sumsel yang kebetulan mengenal secara pribadi keluarga mendiang. Sedangkan Muhammad Nuh produk salah paham semata, ikut lelangnya secara virtual pula. Banyak unsur yang membedakan Nuh dengan Akidi. Seperti pengakuannya tadi, Nuh mengira acara lelang yang digagas Ketua MPR-RI, Bambang Soesatyo, acara Kuis. Nuh berpatokan pada nalarnya sendiri. Begitu dia dengar di layar televisi hadiah motor dari Presiden Jokowi, langsung terharu. Kuat melekat dibenaknya: ini pasti bagi- bagi hadiah lagi. Kasihan. Kembali ke Akidi Tio. Ai lap yu pul, Pak. Terima kasih kepada seluruh keluarga. Semoga kebaikan keluarga besar Akidi Tio bermanfaat besar bagi masyarakat Palembang. Sedangkan penyumbang dibalas berlipat oleh Tuhan Yang Maha Kaya.* (Wartawan Senior, Ilham Bintang)