Equity Life Disegel Langgar PPKM Darurat
Sanksi ini berjenjang mulai dari penutupan tiga hari, ucap Andri, pelanggaran kedua dikenakan denda administratif maksimal sebesar Rp50 juta. Kemudian, pelanggaran ketiga akan direkomendasikan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) untuk pencabutan izin operasional. "Sementara untuk Equity Life melakukan pelanggaran ketentuan protokol kesehatan, termasuk mempekerjakan pekerja hamil, itu pelanggaran. Equity Life disegel tidak boleh beroperasi hingga 20 Juli 2021,” ucapnya. Sejumlah kriteria pegawai yang diizinkan bekerja di perusahaan esensial seperti perusahaan hanya bisa beroperasi di kantor dengan 50% pegawai. Untuk sektor kritikal bisa 100% dengan penerapan protokol kesehatan ketat. "Bagi ibu hamil, komorbid, lansia tidak boleh masuk. Tatkala sektor kritikal dan esensial mempekerjakan orang-orang seperti itu, berarti pelanggaran dan langsung kita tutup," tuturnya. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) DKI Jakarta Arifin menambahkan Asuransi Equity Life melanggar ketentuan batasan maksimal jumlah pekerja sampai 50%. Apalagi petugas menemukan orang hamil yang dipekerjakan yang tidak diizinkan bekerja lantaran ini rentan sekali bagi kesehatan dan janin yang dikandungnya. “Jika memaksakan itu sudah kejahatan kemanusiaan menurut saya di mana seharusnya dilindungi tapi harus dipaksa kerja," tuturnya, Andri kembali mengimbau pelaku usaha menaati semua ketentuan dan bekerja sama melaksanakan peraturan yang telah ditetapkannya. Hal ini sebagai upaya memutus mata rantai penularan Covid-19. “Harap diketahui bahwa ketentuan-ketentuan yang telah dikeluarkan pemerintah semuanya untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas lagi. Upaya kita tidak akan berhasil tanpa dukungan dari semua pihak," ucapnya. Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta terus melakukan sosialisasi dan diskusi bagi 88 asosiasi untuk dilanjutkan ke perusahaan-perusahaan. Jika masyarakat atau pekerja yang menemukan pelanggaran di tempat kerja, maka mereka dapat melaporkan melalui JakLapor di aplikasi Jakarta Kini (JAKI). Hal ini dilakukan dengan kategori pelanggaran Hubungan Pekerja dan Pengusaha.