Gema Bali Gema Lampung Gema Kalteng

Matikan Ekosistem Judi Online

ilustrasi (gemapos)
ilustrasi (gemapos)

Banyak peristiwa buruk kini terjadi akibat kecanduan bermain judi online belakangan ini sangat membuat miris. Data menunjukkan bagaiman permainan haram tersebut masuk kepada berbagai lapisan masyarakat. Tak pandang bulu, korbannya dari usia anak-anak hingga usia lansia. Pecandunya bukan hanya masyarakat biasa, ada pegawai, ASN, Polri, TNI bahkan hingga pejabat legislatif.

Jika mengacu pada data dari Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring (Satgas Judi Daring), ada sekitar 4 juta orang yang terdeteksi melakukan permainan haram ini secara online atau daring. Secara kelompok usia, Satgas  tersebut mencatat pemain terbanyak dari kelompok usia 31-50 tahun dengan jumlah 1,64 juta orang. Di bawahnya ada pemain lansia (di atas 50 tahun) sebanyak 1,35 juta orang.

Tidak hanya itu, bahkan data tersebut juga menunjukkan ada sebanyak 80 ribu anak berusia kurang dari 10 tahun pun sudah terpapar oleh judi online. Terbaru, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengungkap data yang cukup membuat geleng kepala saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/6/2024). Mulanya Ivan menyampaikan data itu merespon pertanyaan dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, habiburokhman yang menanyakan adakah anggota DPR yang terdeteksi bermain judi online. Hasilnya cukup mengejutkan. Ivan menyebut ada 1.000 orang lebih legislator, yaitu anggota DPR dan DPRD, terlibat judi online. Angka deposit transaksinya bahkan mencapai Rp25 miliar. Sedangkan untuk perputarannya transaksinya Ivan mengatakan bisa sampai ratusan miliar rupiah. Angka yang cukup fantastis.

Itu baru data terkait maraknya pemain judi online. Jika dikombinasikan dengan berbagai peristiwa di lapangan akibat masifnya penetrasi judi daring, maka kita akan disajikan fakta menyedihkan. Banyak terjadi kasus pencurian, penganiayaan, pembunuhan, hingga bunuh diri yang belakangan banyak terungkap berkaitan dengan praktik perjudian secara daring. Bahkan yang sempat viral beberapa hari lalu, ada seorang polwan yang sampai membakar suaminya yang seorang polisi yang kecanduan judi online. Ini membuktikan bagaiman racun dari permainan judi lewat platform digital itu betul-betul sudah menyebar tanpa ampun. Seperti kita pahami, kecanduan itu muncul atas harapan semu yang menjanjikan kemenangan lewat jalan minim usaha.

Kendati kita memahami mereka itu adalah pelaku, tapi disisi lain juga menjadi korban sindikat besar yang mengendalikan dan menggerakkan permainan mematikan tersebut. Para pemain judi bisa saja bangkrut gara-gara kecanduan judi online dan memang faktanya nyaris tidak ada dari mereka yang hidupnya berubah menjadi sejahtera setelah main judi. Kalah penasaran, menang ketagihan. Begitu kira-kira slogan yang kerap yang disematkan kepada pemain judi.

Akan tetapi, ada pihak yang meraup keuntungan dari permainan haram dan mematikan ini. Para bandar, mafia, atau para sindikat menangguk untung berlipat-lipat.

Hulu masalah itulah yang semestinya menjadi target operasi utama Satgas Judi Daring. Harus diakui, kesan yang tertangkap saat ini satgas hanya menyasar sisi hilir, mereka lebih banyak mempersoalkan pemain. Satgas harus mengutamakan menindak aktor utama dari judi online, yaitu sindikat dan para beking mereka, duduk manis sambil 'menikmati' jatuhnya korban. Tentu kemudian dengan para influencer yang turut mempromosikan permainan judi online ini. Tentu dibutuhkan aturan jelas sehingga taka da lagi pihak yang memberikan pengaruh untuk terjun ke dunia hitam perjudian dengan iming-iming ‘jakpot’ kemenangan instan. Perlu diingat, tangan para influencer ini turut berdarah atas berbagai peristiwa berdarah akibat judi online.

Kiranya pekerjaan rumah terberat satgas ini adalah mencabut ekosistem judi online sampai ke akar-akarnya. Dan ini harus diselesaikan dengan tegas dan cepat. Jangan sampai ada ruang ‘kompromi’ dalam penindakan tegas siapapun beking dibelakangnya. Fokus dan konsentrasi mereka harus mulai diarahkan untuk memberantas judi online dari hulunya, dari akarnya. Penyelidikan, termasuk tracing aliran dana dalam rangkaian jaringan judi online, mesti diperkuat untuk menggali di mana dan bagaimana sindikat memainkan kendali.

Harus dipastikan juga ketegasan dan kecepatan penanganan sampai ke hulunya ini harus konsisten. Jangan sampai hanya optimisme di permulaan. Kita berharap satgas mampu menjalankan tugas utamanya memberantas ekosistem judi online. Jangan biarkan para bandar mengeruk keuntungan dan menari diatas kerugian negara dan penderitaan rakyat Indonesia.