Lika-liku Kasus Masiku

Ilustrasi- (Gemapos)
Ilustrasi- (Gemapos)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemerikasaan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Terkait kasus buron Harun Masiku. Pemeriksaan Hasto tersebut seakan menunjukan bahwa penanganan kasus Masiku sangat lambat dan hanya obral janji semata. Harun Masiku sendiri ditetapkan sebagai buron pada 2020. Dan sejak saat itu KPK terus mengobral janji akan menangkap terduga korupsi itu. Janji itu terus dijaga selama empat tahun ini, bahkan hingga Selasa (11/6) oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di hadapan Komisi III DPR usai memeriksa Hasto Kristiyanto sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Alexander dengan penuh keyakinan mengatakan pihaknya sudah mengetahui lokasi persembunyian kader PDIP tersebut. Alexander seakan memberi harapan terduga koruptor itu dapat ditangkap dalam sepekan ini.

Mungkin pertanyaan paling mendasar dalam lika-liku kasus ini adalah siapa sebenarnya Harun Masiku? Dan Siapa juga orang dibaliknya yang membuat KPK seakan mati kutu selama 4 tahun tak mampu menyelesaikan kasus yang jika dilihat cukup sederhana ini.

Begitu besar energi yang dikeluarkan KPK untuk memelihara janji selama empat tahun itu. Selain dipakai untuk mencari Harun Masiku, energi KPK terkuras untuk menghadapi cibiran masyarakat karena tak kunjung menangkap terduga koruptor yang sejatinya bukan kelas kakap itu.

Sekali lagi, publik pasti melihat kasus Harun Masiku sebenarnya terbilang sederhana , seperti halnya kasus korupsi dan suap menyuap biasa. Masiku diduga menyuap anggota KPU periode 2017–2022 Wahyu Setiawan agar menjadi anggota DPR lewat proses pergantian antarwaktu.

Dalam putusan PN Tipikor Jakarta pada 2020 silam, Wahyu terbukti menerima 57.350 dolar Singapura (S$) atau setara Rp600 juta untuk melancarkan Masiku melenggang ke Senayan.

Seusai divonis enam tahun penjara, kini Wahyu telah keluar dari hotel prodeo pada Oktober 2023. Disisi lain, Masiku hingga kini masih berkeliaran entah di mana. Entah KPK benar-benar sudah tahu posisinya atau sekadar klaim untuk menjaga janji mereka selama ini.

Upaya penangkapan Masiku oleh KPK sudah dipertanyakan publik sejak 2020. terlebih surat penangkapannya baru diteken pada November 2023 oleh Ketua KPK yang saat itu dijabat Firli Bahuri. Itu belum ditambah dengan penonaktifan tim penyidik kasus Masiku karena dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan.

Jika mengacu pada kasus -kasus yang ditangani KPK, kita mungkinditunjukan betapa hebatnya lembaga antirasuah itu menangkap mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada 2011 silam. KPK hanya butuh waktu tiga bulan untuk menangkap Nazaruddin yang sempat mengembara ke Singapura dan daratan Kolombia.

Lain cerita dengan Masiku. Empat tahun lamanya buron itu tak diketahui rimbanya. Lika-liku kasus Masiku masih belum menemui titik terang.

Kita berharap semoga kasus ini tidak berkaitan dengan pengaruh politik. KPK sudah seharusnya bebas dari pengaruh semacam itu. KPK mestinya berdiri sebagai penegak hukum untuk tercapainya keadilan, tanpa memandang partai mana yang berkuasa.

Optimisme yang disampaikan Alexander Marwata usai memeriksa Hasto semoga bukan lagi sekedar umbar janji-janji palsu yang tak menuai hasil. Masyarakat tentu menunggu bukti yang dijanjikan KPK untuk menjamin bahwa lembaga antirasuah itu mengembalikan marwahnya yang sempat lesu. Kedigdayaan KPK lebih tergantung bukti bukan sekedar untaian optimis lewat janji.