Gema Bali Gema Lampung Gema Kalteng

KPK Sita Barang Hasto, Usman: Penegak Hukum Jadi Senjata Penguasa

Dewan Pakar Peradi, Usman Hamid (kiri) dan Hasto Kristiyanto (kanan). (Foto: Gemapos)
Dewan Pakar Peradi, Usman Hamid (kiri) dan Hasto Kristiyanto (kanan). (Foto: Gemapos)

Gemapos.ID (Jakarta) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang miliki Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto. Dewan Pakar Peradi, Usman Hamid menyebut penyitaan itu membuktikan bahwa lembaga penegakan hukum telah dijadikan senjata oleh Pemerintah untuk menundukkan oposisi.

Usman mengatakan, sudah ada riset yang memotret kemunduran kebebasan berekspresi, termasuk beroposisi sejak periode pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) 2014-2019. Salah satunya, kata Usman, riset dari akademisi asal Australia, Thomas yang menyebut penegakan hukum digunakan sebagai senjata.

"Jadi badan penegak hukum dan hukum itu digunakan sebagai senjata oleh penguasa untuk menundukkan oposisi, baik oposisi dari masyarakat sipil maupun berasal dari parpol," kata Usman seperti pada laman gesuri.id dikutup Rabu (12/6/2024).

Usman menyebut, penegak hukum memainkan sejumlah kasus baik pidana maupun korupsi sebagai alat untuk menyerang barisan oposisi Pemerintah.

"Misalnya intimidasi Jaksa dalam kasus Pak Hary Tanoe, itu menunjukan bagaimana pihak kepolisian dan kejaksaan digunakan sebagai weagun sebagai senjata oleh Pemerintahan Jokowi untuk menundukkan oposisi," ucap Usman.

Jumlah kasus serangan terhadap aktivis masyarakat sipil yang bersuara kritis terbilang tinggi. Merujuk data Amnesty Internasional tahun 2023, kata Usman, ada 38 kasus serangan terhadap aktivis masyarakat sipil yang bersuara kritis, baik itu melalui penggunaan pasal pencemaran nama baik UU Hukum pidana ataupun pasal UU ITE.

"Jadi apakah (penyitaan barang Hasto melalui stafnya) ini urusan elite? Sederhana, baik kalangan elit politik maupun kalangan aktivis non-parpol, banyak yang sudah menjadi sasaran target dari penggunaan hukum represif," tutur Usman.

"Perbedaannya, periode pertama Jokowi baru Kejaksaan dan kepolisian yang diperalat, disalahgunakan sebagai alat untuk tindak oposisi politik," katanya.

"Namun di periode kedua meluas hingga KPK, karena periode pertama Jokowi belum tundukan KPK. Kalau kita ingat kepemimpinannya masih Abraham Samad, 2015, ada polemik penangkapan BW, kriminalisasi terhadap Abraham Samad dst," katanya. (ns)