Gema Bali Gema Lampung Gema Kalteng

Pendidikan Tinggi Disebut Tersier, DPR: Tidak Mendidik, Perlu Koreksi

Anggota Komisi X DPR RI Nuroji. (gemapos/DPR RI)
Anggota Komisi X DPR RI Nuroji. (gemapos/DPR RI)

Gemapos.ID (Jakarta) - Anggota Komisi X DPR RI Nuroji menyampaikan kekecewaannya terhadap salah satu pejabat pada Kemendikbudristek yang menyebutkan bahwa pendidikan tinggi bersifat tersier.

Ia menegaskan bahwa pendidikan, termasuk di perguruan tinggi, merupakan amanat Undang-Undang Dasar yang perlu diperjuangkan untuk sumber daya manusia masyarakat Indonesia yang lebih baik.

“Saya sangat tidak setuju bahwa pendidikan tinggi itu dianggap urusan tersier ya apalagi yang menyampaikan adalah pejabat dari Kemendikbudristek. Saya rasa (pernyataan tersebut) sangat kurang mendidik bagi masyarakat, seolah-olah kuliah itu tidak penting. Bagaimana bisa ini disampaikan kepada masyarakat sampai dipublikasikan? nah ini saya rasa perlu dikoreksi,” tuturnya dalam Rapat Kerja Komisi X dengan Mendikbudristek di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/05/2024).

Ia menegaskan, negara wajib untuk memberikan akses pada masyarakat untuk dapat memperoleh pendidikan tinggi. Bahkan bidang pendidikan ini juga telah diberikan mandatory spending sebesar 20 persen dari APBN.

“Nah sebetulnya ini yang harus kita perjuangkan supaya SDM kita, masyarakat kita, itu lebih lebih banyak lagi yang bisa dibiayai oleh negara untuk perguruan tingginya,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Sebagai informasi Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi Indonesia saat ini masih terus berkisar di angka 30-35 persen. Bahkan kenaikan signifikannya ini masih ditopang oleh peran perguruan tinggi swasta yakni sebesar 70 persen.

“Artinya kalau ada pemikiran bahwa (pendidikan di perguruan tinggi) ini tidak penting, ini saya rasa sangat tidak mendorong untuk bisa menambah lagi alokasi anggaran pendidikan kita dalam postur anggaran fungsi pendidikan,” pungkas legislator dapil Jawa Barat VI itu. 

Diketahui sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie mengatakan bahwa perguruan tinggi masuk klasifikasi sebagai pendidikan tersier.

"Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," kata Tjitjik dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (15/5).

Dia menyebut perguruan tinggi tidak seperti program wajib belajar 12 tahun yang mencakup SD, SMP, dan SMA sebab merupakan pilihan.

"Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK, itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan. Siapa yang ingin mengembangkan diri masuk perguruan tinggi, ya itu sifatnya adalah pilihan, bukan wajib," kata dia.

Adapun pemerintah telah mengatur bahwa di setiap perguruan tinggi negeri (PTN) wajib ada UKT golongan satu dan UKT golongan dua minimal sebanyak 20 persen untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu tetap mendapat mengakses pendidikan tinggi berkualitas. (ns)