Gema Bali Gema Lampung Gema Kalteng

Pengamat Sebut Revisi UU Penyiaran Buat Konten Kreator 'Naik Kelas'

Tangkapan Layar - Direktur Eksekutif Komunikonten sekaligus pengamat Media Sosial, Hariqo Wibawa Satria. (gemapos/Youtube gemapos)
Tangkapan Layar - Direktur Eksekutif Komunikonten sekaligus pengamat Media Sosial, Hariqo Wibawa Satria. (gemapos/Youtube gemapos)

Gemapos.ID (Jakarta) -  Direktur Eksekutif Komunikonten sekaligus pengamat Media Sosial, Hariqo Wibawa Satria menilai draf Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran dapat membuat konten kreator "naik kelas". Ia menilai terdapat dua sisi dalam upaya pemerintah mengatur konten kreator dalam menyiarkan produk digital mereka. 

Hal ini disampaikan Hariqo merespon polemik yang muncul akibat draf Revisi Undang-Undang Penyiaran (UU Penyiaran) khususnya yang mengatur konten digital wajib mendapat verifikasi dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Hariqo mengakui keberadaan pasal dalam draf Revisi UU tersebut berpotensi membuat kreator terlalu birokratis dan kurang efisien.

"(Pasal revisi UU Penyiaran) Bisa merugikan konten kreator, karena mungkin dianggap ribet," ungkap Hariqo saat dihubungi Gemapos di Jakarta, Minggu (19/5/2024).

Seperti diketahui, dalam pasal 34F ayat (2) draf revisi UU itu menyebutkan bahwa: 'Penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau plarform teknologi penyiaran lainnya wajib melakukan verifikasi konten siaran ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).'

Artinya, Hal itu sesuai dengan Pedoman Perilaku Penyiaran (PPP) dan Standar Isi Siaran (SIS).

Kendati demikian, Hariqo menilai aturan tersebut juga bisa menguntungkan. Dirinya menyinggung kreator pribadi akan naik kelas dan setara dengan media penyiaran arus utama. Justru aturan itu bisa merugikan lembaga penyiaran konvensional.

"Naik kelas dalam artian, selama ini media konvensional atau media arus utama seperti radio dan televisi cukup dipercaya masyarakat, yang salah satunya karena diawasi KPI. Sekarang konten kreator mendapatkan pengawasan yang lebih kurang sama dengan media arus utama," paparnya.

Alumni Pondok Pesantren Gontor ini juga mengatakan bahwa peraturan tersebut tidak serta merta mematikan kreatifitas kreator. Hariqo menyebut bahwa semua negara pasti memiliki aturan, tidak terkecuali di negara demokrasi. Menurutnya sebuah peraturan lahir tergantung dari kebutuhan atau kepentingan dari sebuah negara.

"Nggak (mematikan kreaitifitas) juga. Di semua negara demokrasi pasti di atur. Mbahnya kebebasan, USA malah mau melarang tiktok, dah bikin RUU. Tergantung pada national interest sebuah negara," pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, Draft Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran menuai polemik di publik. Sebab, pengaturan isinya dinilai mengambil wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu poinnya terkait penyelenggaraan platform digital penyiaran.

Hal ini dinilai membuat kreator konten yang memiliki dan menjalani akun media sosial seperti Youtube atau Youtuber, TikTok atau Tiktoker juga masuk dalam ranah UU penyiaran tersebut. (ns)