Sekjen PBB Serukan Serangan Israel ke Rafah 'Tak Bisa Diterima'

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (gemapos/arsip)
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. (gemapos/arsip)

Gemapos.ID (Jakarta) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menegaskan bahwa serangan darat Israel ke Kota Rafah di Jalur Gaza bagian selatan "tak akan dapat diterima".

Seperti dilansir Anadolu, hal tersebut disampaikan Guterres menjelang pertemuannya dengan Presiden Italia Sergio Mattarella di Markas PBB, New York, pada Senin (6/5/2024). 

"Hari ini, saya memohon dengan amat sangat kepada pemerintah Israel dan pimpinan Hamas untuk berupaya sekeras mungkin demi mewujudkan kesepakatan yang sangat penting," kata Guterres.

"Hal tersebut adalah kesempatan yang tak boleh disia-siakan, dan serangan darat ke Rafah tidak akan dapat ditoleransi karena dampak kemanusiaannya sangat besar dan dapat menyebabkan kawasan semakin tidak stabil," ucap Sekjen PBB, menambahkan.

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, pada Senin malam menyatakan menerima usulan gencatan senjata di Jalur Gaza yang dirancang Mesir dan Qatar.

Namun, Israel menyatakan bahwa tawaran gencatan senjata dari Hamas gagal memenuhi tuntutan utamanya.

Kabinet perang Israel juga memutuskan melanjutkan rencana operasi militer di Rafah. Mereka menyebut, hal tersebut adalah untuk memberi tekanan militer kepada Hamas demi membebaskan semua sandera dan mencapai tujuan perang yang lain.

Militer Israel sebelumnya menginstruksikan warga Palestina yang mengungsi di bagian timur Rafah untuk segera mengungsi ke kawasan Al-Mawasi di pesisir selatan Gaza.

Padahal, sekitar 1,5 juta warga Palestina saat ini berada di kota Rafah untuk menyelamatkan diri dari agresi Israel yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Serangan Israel tersebut menyebabkan lebih dari 34.700 warga Palestina di Jalur Gaza, yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, tewas.

Menurut PBB, agresi militer Israel itu telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza terusir dari tempat tinggalnya, 60 persen infrastruktur di Gaza rusak dan hancur, serta menyebabkan kelangkaan makanan, air bersih, dan obat-obatan yang parah.

Mahkamah Internasional (ICJ) mengeluarkan putusan sela pada 26 Januari yang menyatakan dugaan adanya tindakan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza "beralasan".

Selain itu, putusan ICJ juga memerintahkan Israel untuk berhenti melakukan genosida dan mengupayakan perbaikan kondisi kemanusiaan di Gaza. (ns)