MPK Soroti Putusan MK: Masih Ada Problem Etika yang Harus Diselesaikan

Pengurus Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) saat di PN Jakarta Pusat. (gemapos/dok.istimewa)
Pengurus Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) saat di PN Jakarta Pusat. (gemapos/dok.istimewa)

Gemapos.ID (Jakarta) - Organisasi Masyarakat Penegak Konstitusi (MPK) merilis pernyataan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Sengketa Pilpres 2024. MPK menilai masih terdapat beberapa permasalahan yang belum terselesaikan dalam sidang tersebut, terutama seperti dalam desenting opininon 3 hakim MK.

Pada bagian awal pernyataan tersebut, MPK menyoroti perihal pandangan tiga hakim yang menyatakan desenting opinion terkait perihal bansos yang dianggap dapat mempengaruhi pemilih. 

"Dalam kacamata masyarakat dan 3 dari 8 hakim MK yang pada posisi dissenting opinion, pemilu 2024 menyisakan banyak pekerjaan rumah. Pandangan 3 hakim MK yang meletakkan dissenting opinion seharusnya putusan MK menerima sebagian gugatan yang berkenaan dengan penggelembungan suara yang sedikitnya terjadi di 5 propinsi, pendistribusian bansos yang mempengaruhi suara pemilih dan pelanggaran melawan hukum tentang penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh penyelenggara negera," pernyataan tersebut, Senin (22/4/2024).

Pernyataan tersebut berisikan tiga poin yang disampaikan MPK menyikapi keputusan MK pada Senin, (22/4). Pada dasarnya, MPK menyebut menghormati putusan tersebut dan proses hukum terkait pilpres 2024 sudah selesai.

"Dengan dibacakannya Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 22 April 2024, maka telah berakhir proses hukum terkait Pilpres 2024. Masyarakat Penegak Konstitusi mengahormati Keputusan Mahkamah Konstitusi," bunyi pernyataan poin pertama.

Kendati demikian, MPK menilai masih terdapat permasalahan yang belum selesai, khususnya yang berkaitan dengan etik. Karena menurut MPK persoaslan tersebut akan berpengaruh terhadap integritas peyelenggara negara. 

"Bahwa pelaksanaan pemilu 2024 masih tersisa problematik “ETIKA” yang belum terselesaikan. Dengan begitu menjadi kewajiban pemangku kepentingan negara untuk mereview undang-undang, regulasi yang berkenaan dengan integritas calon pemimpin, baik untuk Tingkat nasional, maupun Tingkat daerah. Karena sebagaimana diketahui, nihilnya perilaku etik para penyelenggara negara akan mengakibatkan kerusakan sosial (social destruction) dan pengabaian hukum (law obedient), dan mendorong masyarakat menuju pembangkangan hukum (disobedience to the law)," papar poin kedua pernyataan tersebut.

"MPK akan terus berada dalam masyarakat sebagai bentuk Organisasi Masyarakat Sipil yang kritis konstruktif terhadap Kebijakan Publik demi kemaslahatan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia," tambah MPK pada poin ketiga pernyataan tersebut. (ns)