Pengamat Sebut MK Bakal Tolak Gugatan 01 dan 03, Ini Alasannya

Pengamat Politik yang juga Dosen Geografi Politik UNISMA, Dr. Rasminto. (gemapos)
Pengamat Politik yang juga Dosen Geografi Politik UNISMA, Dr. Rasminto. (gemapos)

Gemapos.ID (Jakarta) - Mahkamah Konstitusi (MK) dijadwalkan bakal mengumumkan hasil sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden pada Senin (22/4/2024) mendatang.

Pengamat Politik yang juga Dosen Geografi Politik UNISMA, Dr. Rasminto menilai MK akan memutus untuk tidak mengabulkan gugatan paslon 01 Anies-Muhaimin dan paslon 03 Ganjar-Mahfud dalam perkara itu.

"Permohonan pihak Paslon 01 dan 03 kemungkinan besar tidak dikabulkan," kata Rasminto saat dihubungi gemapos.id lewat pesan singkat dari Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Menurutnya, hasil itu karena gugatan yang diajukan oleh paslon 01 dan 03 pada PHPU telah melampaui kewenangan MK sebagaimana dalam UU No.24/2003. 

Dalam kewenangannya, MK mencakup sengketa hasil pemilu yang berkaitan dengan pencoblosan dan rekapitulasi, bukan sampai pada masalah kampanya.

"Kesalahan pemohon karena dalam fakta-fakta persidangan membahas permasalahan proses dan tidak memiliki cukup bukti terkait masalah perselisihan tentang hasil pemungutan suara dalam Pemilu sebagaimana kewenangan MK dalam UU No.24/2003," ujarnya.

Dalam pandanganya, setelah mengamati dan memperhatikan beberapa fakta persidangan, Rasminto menilai bahwa perkara bansos yang menjadi salah satu gugatan adalah legal, tidak melanggar hukum dan tidak ada hubungannya dengan Pemilu.

Apa yang digugatkan merupakan salah persepsi tentang klasifikasi bansos dan peruntukannya. Terutama bansos yg dilakukan Presiden adalah berasal dari dana operasional presiden sendiri.

"Lalu berdasarkan penelitian Indikator Politik (21/2) membuktikan bahwa 56,9% masyarakat yang sama sekali tidak pernah menerima Bansos ternyata memilih Paslon 02," ujarnya.

Dia menyebut, Keputusan MK No. 90 bersifat final dan mengikat. Selain itu, putusan DKPP yang menghukum Komisioner KPU RI bukan mempersoalkan Gibran. Melainkan yang jadi masalah adalah masalah etik KPU yang belum merevisi PKPU-nya dengan menetapkan sudah terlebih dahulu menetapkan pencalonannya.

Disisi lain putusan MKMK tentang Hakim MK Anwar Usman terkait masalah pemberian keterangan pers selagi sidang masih berlangsung dan posisi Anwar Usman yang ikut memutuskan sidang.

Selanjutnya, berkaitan dengan posisi KPU dan Bawaslu yang merupakan lembaga independen tersendiri dan mandiri. Sehingga berhak memutuskan sah-tidaknya pasangan calon tanpa ada pengaruh dari pihak lain. Termasuk dalm menetapkan pasangan calon presiden yang mengajukan diri.

Terkait sirekap, ia menyebut tidak ada audit forensik yang legal sebagai rujukan resmi pemohon bahwa sirekap curang. Hanya berdasarkan penelitian tak resmi dengan metode yang tidak standar. 

Sirekap digunakan hanya sebagai alat bantu memfoto hasil C plano, bukan sebagai alat untuk menetapkan hasil pemilu. Alat utama penetapannya adalah hitung manual berjenjang pada masing-masing tingkatan KPU.

Melihat gugatan atas kecurangan tang terstruktur sistematis dan masif (TSM), ia menilai tidak disinggung secara optimal oleh pemohon. 

"KPU sangat update di TPS mana dan TPS berapa yang tidak sesuai dengan catatan pemohon, sudah siap, dibantah oleh pihak KPU secara substantif," ujarnya.

Dalam masalah saksi di persidangan, Rasminto menyebut semua saksi yang dihadirkan pemohon tidak bisa secara pasti memberikan info fakta hukum bahwa pemilu itu curang. 

Melihat hal itu, menurut Rasminto memaksakan MK untuk keluar dari jalurnya mengadili hal di luar kewenangannya, yaitu proses pemilu, bukan hasil pemilu adalah tindakan dan perlakuan terhadap hukum yang melanggar dan inkonstitusional.

Selain itu, ia meyakini Hakim MK akan sangat memperhatikan faktor sosiologis para pemilih atau pendukung Paslon 02 yang mencapai 96,21 juta jiwa.

"Jumlah ini mencapai 58,6% pemilih, yang artinya akan berdampak signifikan pada kondisi stabilitas sosial-politik di masyarakat apabila putusan Hakim MK bila tidak sesuai ekspektasi suara mayoritas tersebut," tutupnya.

Diketahui, masing-masing juga pihak telah menyampaikan kesimpulan dan tambahan bukti kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/4/2024) lalu. Hasil putusan perkara sengketa pemilu dijadwalkan akan dibacakan MK pada, Senin 22 April 2024 mendatang. (rk)