Industri Manufaktur Digenjot Untuk Perekonomian Nasional
Agus meneruskan industri manufaktur sebagai sektor yang menyumbang paling besar ekspor nasional. Sepanjang Januari-Oktober 2019, ekspor ini mencapai sebesar US$105,11 miliar. Tiga sektor yang menjadi kontributor terbesar terhadap nilai ekspor tersebut, yakni industri makanan dan minuman sebesar US$21,73 miliar, industri logam dasar sekitar US$14,64 miliar, industri tekstil, dan pakaian jadi sebesar US$10,84 miliar. “Sektor industri terus didorong untuk mampu meningkatkan nilai ekspor nasional melalui peningkatan daya saing produk industri maupun perluasan pasar ekspor ke negara-negara tujuan ekspor baru,” jelasnya. Kemenperin memproyeksikan, pada 2019, ekspor produk industri menyentuh US$123,7-US$129,8 miliar. Pada 2020, ekspor produk industri diproteksikan bakal menembus US$136,3-US$142,8 miliar. “Industri pengolahan juga merupakan sektor yang berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak. Sampai triwulan III 2019 kontribusi ini mencapai 29,23% dari penerimaan pajak neto nasional sebesar Rp245,60 triliun. Agus mengemukakan untuk melaksanakan program pembangunan industri terdatujuh tantangan yang dihadapinya. Pertama, kekurangan bahan baku seperti pat kondensat, gas, naphta, biji besi. Kedua, kekurangan infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan industri. Ketiga, kekurangan utility seperti listrik, air, gas, dan pengolah limbah. Keempat, kekurangan tenaga terampil dan supervisor, superintendent. Kelima, tekanan produk impor. Keenam, limbah industri seperti penetapan slag sebagai limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas dan baja bekas (scrap) menyulitkan industri. Tujuh, Industri Kecil dan Menengah (IKM) masih mengalami kendala seperti akses pembiayaan, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, mesin peralatan yang tertinggal, hingga pemasaran.\ “Terhadap berbagai tantangan yang dihadapi tersebut, saat ini kami terus melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikannya, termasuk selalu berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” tuturnya. Untuk mewujudkan agenda pembangunan jangka menengah sesuai Rancangan Pembanguna Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menetapkan berbagai program prioritas jangka pendek (quick wins). Di bidang perekonomian, terdapat 15 program prioritas, di mana Kemenperin turut terlibat dalam 13 program antara lain Implementasi Mandatori B-30 dan Perbaikan Ekosistem Ketenagakerjaan. Berikutnya, Jaminan Produk Halal, Pengembangan Litbang Industri Farmasi, dan Penguatan Trans Pacific Petrochemical Indotama. Selanjutnya, Perubahan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Penerapan Kartu Pra Kerja. Kemudian, Pengembangan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) dan Gasifikasi Batubara. Terakhir, Perjanjian Investasi Indonesia-Taiwan, Pengembangan Hortikultura Berorientasi Ekspor, dan Green Refinery di Plaju, Sumatera Selatan, serta Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (mam)