Indonesia Butuh Kebijakan Strategis
“Bahan pokok harus diperhatikan. Dalam kondisi seperti ini, kelangkaan bahan pokok tidak boleh terjadi. Distribusi harus lancar, tentu dengan harga yang wajar,” katanya. Menjaga harga adalah keharusan mengingat pandemi membuat daya beli masyarakat turun. Padahal, konsumsi domestik adalah penopang utama ekonomi Indonesia mengingat kalau dalam kondisi seperti ini harga sembako tidak stabil, maka sulit berharap ekonomi Indonesia bisa bangkit. “Menjaga harga itu harus dibarengi juga dengan menjaga daya beli. APBN kita harus diarahkan pada berbagai proyek padat karya di daerah. Itu harus. Tanpa itu sulit. Walaupun dari sisi penerimaan negara dari proyek itu sangat terbatas. Tetapi dari sisi menjaga daya beli itu sangat membantu,” jelasnya. Enggar mengatakan, langkah-langkah pemerintah dalam menahan daya beli untuk menjaga konsumsi, menjaga pasar domestik dan pasar ekspor, semua itu harus dibuat dalam satu sikap kebijakan yang padu dan rencana strategis yang terperinci. Jika itu dilakukan ekonomi Indonesia akan bertahan dengan baik di tengah terpaan pandemi. Ekonomi global diperkirakan menyusut 3 persen, ekonomi negara maju akan mengalami penurunan 6,1%, dan ekonomi negara berkembang tumbuh hanya 1% pada 2020. “Ekonomi Jerman diperkirakan anjlok 7%, Amerika Serikat 5,9% dan Jepang 5,2 persen. Sementara itu, China dan India diperkirakan tumbuh hanya antara 1,2-1,9%,” kata Enggar. Kontraksi ekonomi juga terjadi di Indonesia. Dalam skenario terbaik, ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh maksimal 0,5% pada 2020. Pada kuartal pertama tahun ini ekonomi masih mencatat pertumbuhan 2,97%, namun pada kuartal kedua, diprediksi akan tumbuh merosot 3,1-3,8%. (ant/din)