Menyiapkan Moda Angkutan Pengganti ‘Ojek’
Guna lebih mempopulerkan bajaj, Pemerintah dapat menghilangkan pembatasan wilayah operasi, sehingga menjadi leluasa layaknya sepeda motor. Pada setiap kendaraan bajaj, setelah dipasangi sekat permanen, dapat pula diwajibkan dipasangi meteran penghitung ongkos (argometer), metode pembayaran non tunai, bahkan dapat pula diterapkan system pemesanan secara daring. Hal tersebut tidaklah sulit untuk diterapkan, Pemerintah bisa merangkul perusahaan penyedia/produsen kendaraan, orgnisasi angkutan darat (ORGANDA), kalangan perbankan, sekaligus perusahaan penyedia aplikasi sistem pemesanan daring. \ Kendaraan roda tiga sebagai angkutan umum yang dilengkapi dengan alat meteran penghitung ongkos tersebut pernah penulis saksikan dan mencobanya di Colombo, Ibukota Sri Lanka, bahkan di Negara tersebut kendaraan roda tiga disebut juga sebagai taxi. Tentangan yang akan muncul kemungkinan besar datang dari pihak penyelenggara ojek saat ini. Namun hal itu tentunya masih sangat bisa diatasi yaitu dengan pemberian kesempatan kepada mereka untuk melakukan konversi dari sepeda motor ke bajaj. Pemerintah juga perlu membentuk Tim yang terdiri dari berbagai Kementerian/Lembaga dengan syarat yang ketat untuk tidak saling mengambil keuntungan sektoral, sehingga dengan niat baik dalam rangka menerapkan angkutan yang sehat dan manusiawi serta modern dapat terwujud. Di samping itu, di daerah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sudah lama beroperasi becak nempel motor (bentor). Keberadaan bentor inipun dapat dikembangkan menjadi moda angkutan pengganti ojek. Operasi ojek sudah menjamah hampir di seluruh pelosok Nusantara. Mengapa ada penekanan istilah “tidak saling mengambil keuntungan sektoral”? Hal tersebut sangat perlu mengingat, bahwa di masa pandemi hingga masa kenormalan/kebiasaan baru, peran angkutan umum masih tetap sangat vital, sehingga Pemerintah harus turun tangan membenahi dengan tujuan untuk memberi jaminan kepada rakyat terkait ketersediaan angkutan umum yang sehat dan manusiawi, serta dengan tarif yang terjangkau. Dalam rangka mewujudkan kondisi tersebut, perlu kerjasama yang harmonis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta dukungan dari mitra kerja dengan penekanan mengambil keuntungan yang sewajarnya. Felix Iryantomo, Peneliti Senior Institut Studi Transportasi (INSTRAN) & Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Catatan: Ada usulan memberikan sekat antara driver dan penumpang pada ojek daring (online). Namun, sebetulnya pada saat kenormalan baru (the new normal), physicall distancing atau jaga jarak tetap harus ditegakkan. Jika kemudian ojek daring boleh beroperasi, bagi yang biasa memakai ojek daring, meski membawa helm sendiri tetaplah berisiko terkena penularan covid-19. Sekat yang dirancang perlu fatwa dari ahli kesehatan dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Sekat tersebut harus disiapkan spesifikasi teknis dan kajiannya (harus ada SNI). Apakah membahayakan atau tidak, karena adanya wind resistance dari alat tersebut. Perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu, terlebeih digunakan untuk mengangkut penumpang harus benar-benar memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan penumpang dan driver.