Mudik Tetap Dilarang Pemerintah
Di samping itu, masih ada lagi sejumlah pekerja konstruksi yang hingga kini masih tetap bekerja di beberapa proyek konstruksi pemerintah dan swasta di Jabodetabek. Mereka ini mendapatkan penghasilan mingguan. Pekerja konstruksi itu mayoritas berasal dari luar wilayah Jabodetabek. Selama musim Lebaran ada jeda waktu sekitar dua minggu tidak bekerja. Apakah mereka ini diijinkan pulang kampung atau tetap berada di tempat tinggal sekarang. Lantas, siapa yang akan menanggung biaya hidup selama dua minggu tersebut. Atau masa jeda tidak bekerja dapat diperpendek kurang dari seminggu, supaya tidak terlalu lama menganggur. Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan telah melakukan survey online (daring) Pengaruh Wabah Covid-19 terhadap Penyelenggaraan Angkutan Lebaran 2020. Survey pertama, menemukan sebanyak 57 persen memutuskan untuk tidak mudik, 37 persen belum mudik dan 7 persen sudah mudik. Hasil survey kedua yang memutuskan tidak mudik meningkat 13 persen menjadi 69 persen. Sementara yang belum mudik menurun menjadi 24 persen (semula 37 persen). Angka 24 persen ini yang masih punya hasrat ingin tetap mudik. Jika melihat data pemudik 2019 sebesar 18,34 juta, maka ada sekitar 4,4 juta masih minat mudik. Diperkirakan kelompok perantauan yang belum tertangani jaminan logistik masih berada di Jabodetabek sekitar 1 juta orang. Deputi transportasi Segeralah bentuk Deputi Transportasi Satgas Percepatan Penanganan Covid-19. Adanya deputi transportasi tidak hanya urus masalah boleh tidaknya mudik. Akan tetapi persoalan transportasi makin bertambnah dan perlu penanganan secara komprehensif, lintas kementerian dan lembaga. Seperti, semua pemda di Jabodebatek mengusulkan menutup operasional KRL Jabodetabek. Karena ditemukan tiga penumpang KRL kedapatan positif mengidap virus Corona. Keinginan Gub. DKI Jakarta bakal membatasi pendatang ke Jakarta pada arus balik setelah lebaran. Teknis penanganan di lapangan harus seperti apa. Belum lagi masih banyak layanan kesehatan di transportasi perairan (sungai, danau dan penyeberangan) di luar Jawa. Transportasi sungai di Kaltim belum tertangani dengan baik seusai protokol kesehatan, karena keterbatasanya sarana, sumber daya manusia dan anggaran. Demikian pula hal yang sama untuk angkutan penyeberangan di Kaltara, hampir sama kasusnya. Hal yang sama juga berlaku di wilayah perairan yang lain di wiyah Indonesia. Jangan hanya terpusat di Jawa dan wilayaha Jabodetabek, namun di daerah juga perlu penanganan yang sama untuk memutus penularan virus Corona. Selama masa lebaran, pasti ada kebiasaan masyarakat untuk silaturahmi dengan keluarga dan kerabat dekat. Apakah masyarakat meggunakan kendaraan pribasi boleh seperti biasanya atau masih harus mengikuti protokel kesehatan dan jaga jarak (physical dispencing). Pemda tidak siap menerima pemudik Sekarang ini, pemerintah daerah sudah tidak menyiapkan untuk menerima pemudik. Aparat pemerintah di daerah sudah disiapkan dan disibukkan untuk menangani Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di daerah masing-masing. Jika belum ada progam PSBB, pemda juga disibukkan memantau program protokoler kesehatan dan jaga jarak dalam upaya memutuskan rantai penyeberann virus Corona. Terutama di pasar tradisional yang bisa menjadi sumber baru penularan dan penyebaran virus Corona. Tidak mudik adalah pilihan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 ke daerah. Selain pemerintah, peran tokoh agama dan masyarakat juga diperlukan untuk memberikan kesadaran pada masyarakat agar tidak mudik. Kasihanilah keluarga dan lingkungan kita demi menjaga kesehatan bersama. Tingkatkan ibadah dan tinggalkan budaya mudik di tahun 2020. Cukup satu juru bicara dari pemerintah yang berasal dari Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19, supaya masyarakat tidak mendapatkan informasi yang simpang siur. Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan