Andai KRL Jabodetabek Tidak Beroperasi
Juga di stasiun antara juga yang jumlahnya lebih dari 20 stasiun antara. Siapa yang bertanggungjawab menyediakan angkutan alternatif tersebut, termasuk anggarannya? Sudah barang tentu jumlah armada bisa ribuan unit kendaraan. Pengoperasian KRL mendapat skema PSO. PSO dibayar sesuai dengan realisasi yang dijalankan. Apabila KRL tidak beroperasi, operator tidak menerima pembayaran. Alokasi dananya kembali ke kas negara. Dalam kondisi pendemi Covit-19 pengguna KRL menurun drastis hingga kurang dari 200 ribu penumpang per hari. Penyesuaian operasional KRL Per 10 April 2020, yaitu jam operasi 06.00-18.00, skema operasi 683 perjalanan KRL per hari, maksimal 1 kereta diisi 60 orang dan jaga jarak 1 meter- 2 meter. Sejak dimulai PSBB di Jakarta, ada penurunan penumpang KRL. Biasanya kisaran 1 juta - 1,1 juta penumpang per hari. Namun ada penurunan drastis sejak diberlakukan PSBB di Jakarta, yakni 82.303 penumpang (10/4), 110.199 penumpang (11/4), 90.208 penumpang (12/4), 193.958 penumpang (13/4), 176.263 penumpang (14/4), 168.224 penumpang (15/4), 168.410 penumpang (16/4), 173.133 penumpang (17/4), 109.270 penumpang (18/4). Semoga hari berikutnya dapat menurun di bawah 100 ribu penumpang per harinya. Solusi Pertama, Pemprov DKI Jakarta harus mendata jumlah dan lokasi usaha-usaha yang masih diijinkan beroperasi berikut jumlah pegawai dari masing-masing kegiatan usaha yang sehari-hari menggunakan angkutan umum, bukan hanya KRL, sehingga bisa dibuat prakiraan kebutuhan angkutan umum. Jika sejumlah pengusaha itu masih tetap beroperasi, diwajibkan memberikan fasilitas kendaraan antar jemput atau menginapkan pegawainya di hotel di Jakarta selama PSBB. Pengusaha hotel mendapatkan pemasukan. Ada yang melanggar dapat diberikan sanksi, yakni pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, menyatakan, bahwa setiap orang yang tidak memayuhi penyelengaraan kekarantinaan kesehatan dapat dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana paling banyak Rp 100 juta. Kedua, memperbaiki frekuensi KRL (menambah kapasitas) dengan mengatur headway dan menambah rentang jam operasi KRL, semula jam 06.00-18 menjadi jam 05.00-19.00. Kapasitas angkut saat jam sibuk di lintas Bogor-Jakarta dapat mencapai 20 ribu penumpang. Sementara jumlah penumpang saat jam sibuk sekitar 35 ribu orang. Hal sama terjadi di MRT Singapura. Mengutip pernyataan Menteri Transportasi Singapura Khaw Boon Wan dalam akun FB, menyebutkan Otoritas Transportasi Darat atau Land Transport Authority (LTA) akan membuat beberapa penyesuaian frekuensi layanan kereta (MRT Singapura) untuk mencegah kepadatan di masa Covid-19. Telah menyebabkan "keramaian" di beberapa ruas Jalur Utara-Tenggara-Barat dan Garis Lingkaran selama puncak pagi hari. Ini terjadi setelah ada laporan, kereta yang penuh sesak hari Jumat (17 April) hari pertama kereta beroperasi dengan interval yang lebih lama karena berkurangnya jumlah penumpang, karena kebanyakan orang bekerja dan belajar dari rumah. Akan memperbaiki headways untuk diimplementasi pada Senin (20 April). Memprioritaskan jaga jarak dengan aman dan memastikan pekerja penting kami dapat mencapai tempat kerja mereka dengan aman dan tepat waktu. Selama masa pandemi, prioritasnya adalah menjaga jarak dengan aman dan memastikan pekerja penting kami dapat mencapai tempat kerja mereka dengan aman dan tepat waktu. Untuk pekerja yang tidak penting, silakan bekerja dari rumah (work from home) dan tinggal di rumah (stay at home). Sesungguhnya yang harus dihentikan adalah kegiatan, bukan aktivitas transportasi. Intinya adalah bagaimana mengelola demand atau kegiatan di Jakarta. Satgas COVID-19 dan pengguna transportasi umum (KRL) memiliki semangat dan harapan yang sama, yaitu menurunnya kasus-kasus positif corona, sehingga kehidupan sehari-hari berangsur normal. Djoko Setijowarno, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat dan Felix Iryantomo Peneliti Senior Institut Studi Transportasi (Instran)